Masa yang Hilang
Mengapa masa 18 tahun hidup Yesus tidak tercatat dalam Kitab Suci? Dalam KS kisah masa kecil Yesus “berakhir” ketika Ia berumur 12 tahun (dipersembahkan di Bait Allah), lalu Ia “tiba-tiba” muncul setelah berusia 30 tahun (awal karya). Hanya Injil Lukas yang mencatat masa 18 tahun itu; itu pun hanya dengan kalimat “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk 2:51-52)
Tiadanya catatan kisah selama 18 hidup Yesus menim-bulkan banyak cerita spekulatif (dugaan, rekaan) yang kadang kala dianggap sebagai kebe-naran. Misalnya ada yang menduga bahwa Yesus berguru pada kelom-pok Eseni di sekitar Qumran. Kaum Eseni ini adalah orang-orang Yahudi yang mengasingkan diri dan diam di gua-gua. Mereka menerapkan aturan hidup yang ketat dan menganggap sebagai bangsa Israel yang sejati. Atau ada juga yang menduga Yesus “merantau” hingga ke India, sehingga wajar bila ditemukan kemiripan ajaran Yesus dan Hinduisme. Mana yang benar? Bagaimana kita memahami 18 tahun “masa yang hilang” dalam hidup Yesus itu?
Pertama, Injil adalah kitab yang menuliskan kesaksian iman tentang Yesus sebagai Penyelamat atau Mesias. Injil bukanlah buku otobiografi. Karena itu, bisa dimengerti bahwa tidak semua riwayat Yesus tertulis di dalam Injil. Dalam Injil-injil yang diakui resmi, tidak ditemukan data tentang apa yang terjadi antara masa kanak-kanak dan pembaptisan Yesus oleh Yohanes di Sungai Yordan. Kita hanya mempunyai beberapa komentar insidentil atas hidup Yesus. Hal itu menyiratkan bahwa hidup Yesus selama masa itu berjalan biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang luar biasa yang pantas dicatat.
Kedua, sangat mungkin Yesus tetap tinggal di Nazaret dan melakukan pekerjaan sebagai tukang kayu. Menarik dicermati bahwa Injil yang tertua, Markus, menyebut Yesus langsung sebagai "tukang kayu" (Mrk 6:3), sedangkan Matius menye-butnya "anak tukang kayu" (Mat 13:55). Sebutan Markus ini mengindikasikan bahwa Yesus telah mempraktikkan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu selama bertahun-tahun, sehingga Dia tidak disebut lagi sebagai "anak tukang kayu" tetapi sebagai "tukang kayu" itu sendiri. Sebutan pekerjaan yang sedemikian jelas itu tidak mungkin dilakukan jika Yesus tidak berada di Nazaret, dan Dia sendiri sudah menjalankan pekerjaan sebagai tukang kayu. Perumpamaan-Nya menunjukkan pengenalan-Nya yang baik akan hidup dan karya seorang tukang kayu.
Ketiga, perumpamaan-perumpamaan dan ucapan-ucapan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sungguh mengenal dan menguasai Kitab Suci, secara spontan mengutip teks-teks Kitab Suci. Semua ini menunjukkan keakraban Yesus dengan Kitab Suci sejak masa kanak-kanak-Nya.
Keempat, orang-orang sekota Yesus keheranan akan apa yang diajarkan-Nya dan mempertanyakan dari mana asal semua hikmat yang diajarkan-Nya (lih. Mrk 6:2). Seandainya Yesus meninggalkan Nazaret dan belajar ajaran-ajaran lain di luar Nazaret atau bahkan di luar Israel, tentu pertanyaan itu tidak akan muncul; atau mereka bisa memaklumi hal-hal baru yang diajarkan-Nya. Reaksi marah dan kecewa ini menunjukkan bahwa Yesus benar-benar dikenal sebagai seorang yang normal, "anak biasa" di antara orang-orang sekota-Nya.
Kelima, pengenalan biasa orang-orang sekota Yesus ini semakin diteguhkan oleh ungkapan mereka, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan, bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu, mereka kecewa dan menolak Dia" (Mrk 6:3; bdk Mat 13:53-58; Luk 4:23-30). Ungkapan orang-orang sekota Yesus ini jelas menegaskan pengenalan mereka yang sangat dekat akan siapa Yesus itu, karena saudara-saudara laki-laki maupun perempuan mereka kenal dengan baik. Karena pengenalan yang sedemikian dekat ini, pasti tidak ada informasi tentang Yesus yang terlewatkan. Sekali lagi, hal ini menunjukkan Yesus tinggal di Nazaret dan menjalankan pekerjaan-Nya dengan diam, dan menjadi bagian dari Kota Nazaret, cukup dikenal oleh orang-orang sekota-Nya.
Keenam, minimnya data tentang pertumbuhan Yesus antara umur 13 sampai 29 tahun, menunjukkan bahwa Allah Putra sungguh-sungguh menjadi manusia sehingga manusia tidak lagi mengenali kehadiran atau pribadi Allah sendiri. Yesus melewati seluruh proses untuk menjadi manusia. Dia tidak mengambil jalan pintas. Dia tidak pernah memanfaatkan kesempatan dari keilahian-Nya. Dia menerima hidup di bawah otoritas orangtua-Nya, belajar menjadi tukang kayu, menjadi bagian masyarakat Nazaret. Kesadaran dan panggilan-Nya berkembang dan terbuka secara berangsur-angsur di bawah pengaruh pelbagai hubungan manusiawi yang mendewasakan di lingkungan Yahudi biasa. *****
sumber: www.hidupkatolik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.