IMAM DIOSESAN
Siapa Mereka?
Ya.....bisa juga sih. Siswa/i STPDN memang disebut praja. Juga Pramuka singkatan dari Praja Muda Karana ya? Tapi praja yang dimaksud di sini adalah para imam yang di belakang namanya ada embel-embel “Pr” itu lho.
Oh.....begitu ya? Praja yang dimaksud adalah para imam. Kalau begitu
Pr itu singkatan dari praja?
Bukan! “Pr.” bukan singkatan dari praja. Orang memang sering keliru. Pr itu singkatan dari kata presbiter (Latin) yang berarti imam. Jadi gelar Pr menunjukkan bahwa yang bersang-kutan adalah seorang imam.
Kalau bukan singkatan dari praja, mengapa imam-imam yang bergelar Pr
itu disebut imam praja. Bagaimana ceritanya sih?
Wah...., panjang deh ceritanya. Singkatnya begini: praja itu berasal dari Bahasa Jawa yang berarti “wilayah” atau “negeri.” Nah istilah praja ini dipakai untuk lebih memudah-kan orang menyebut para Imam Diosesan (keuskupan).
Imam diosesan
adalah imam yang bergabung (ber-inkar-dinasi) dan berkarya dalam dioses
(Lat. dioces = keuskupan) tertentu. Dalam bahasa kita kata dioses
berarti keuskupan atau wilayah keuskupan, padanan kata yang “agak” pas adalah
kata praja itu. Maka istilah imam praja lebih kita kenal daripada imam
diosesan, namun istilah yang tepat tentu saja adalah Imam Diosesan.
Imam diosesan
adalah imam keuskupan, merekalah tenaga pokok / inti dari para gembala di suatu
keuskupan. Imam diosesan menggabungkan atau mengikatkan diri (ber-inkar-dinasi)
dengan keuskupan tertentu. Ia menyerahkan diri dan mengabdi sepenuhnya dengan
keuskupannya.
Misalnya imam
diosesan Keuskupan Agung Palembang (KAPal), maka ia harus mengab-dikan
diri pada uskup agung KAPal dan wilayah yang digembalakan sang uskup.
Selain “Pr” sekarang tampaknya ada inisial baru, yakni “RD” apa
maksudnya?
Inisial RD biasanya
ada di depan nama seorang imam diosesan. RD singkatan dari “Reverendus
Dominus” (= Reverend Domine) untuk menyebut para imam praja. Jadi walau pun maknanya benar RD bukan berarti
“Romo Diosesan.” Istilah ini bukannya
baru, malahan sudah sangat “jadul” hanya saja di Indonesia terlanjur
lama dipakai “Pr.” Sing-katan “Pr.” tidak umum dipakai secara internasional.
Untuk negara yang berbahasa Inggris, imam dipanggil “Father” atau ditulis
singkat “Fr.” Maka untuk menulis nama imam diosesan selain RD ......,
bisa juga Rev. Fr. ........ Ingat, kalau sudah pakai RD di depan nama,
maka tak perlu lagi menambahkan “Pr. di belakang nama.
Sementara itu untuk
menyebut imam biarawan (dari ordo atau kongregasi) dipakai singkatan “RP”
yang berarti Reverendus Pater.
Oke deh menjadi jelas sekarang. Dengan uraian di atas kayaknya imam
diosesan itu hanya berkarya di keuskupannya sendiri ya. Dia tak bisa ke luar
keuskupan, misalnya menjadi misionaris?
Ha..ha...memang banyak orang berpikir seperti itu. Benar bahwa imam diosesan bekerja demi karya penggembalaan keuskupannya. Namun semua karya dan tugas imam diosesan tergantung sepenuhnya pada uskupnya. Uskup sebagai pemimpin imam diosesan berhak menugaskan ke mana dan di mana pun imam diosesannya, karena merekalah “anak-anak” sang uskup. Maka bila uskup menghendaki, misalnya di keuskupan-nya imam diosesan sudah cukup banyak, ia bisa saja menugaskan imam diosesan untuk menjadi misionaris domestik (di keuskupan lain) atau bahkan ke luar negeri di mana suatu keuskupan masih kekurangan imam.
Baik...baik, apakah di suatu keuskupan itu imam diosesan hanya bekerja
di paroki saja?
Ya nggak dong!
Karya dan tugas imam tergantung dari uskupnya. Maka segala karya penggembalaan
(pastoral) uskup di suatu keuskupan juga menjadi medan pelayanan imam
diosesan.
Secara umum karya
pastoral itu ada dua: parokial dan kategorial. Dua medan tugas
ini juga menjadi medan tugas imam diosesan. Misalnya di keuskupan kita banyak
komisi-komisi dan aneka lembaga serta yayasan (sekolah, universitas), nah imam
diosesan harus siap juga berkarya di tempat-tempat itu bila ditugaskan oleh
uskupnya.
Kita bergeser tema sedikit ya! Apa bedanya antara imam diosesan dengan
imam tarekat (kongregasi, ordo)? Bukankah imam tarekat juga bekerja di
keuskupan tertentu, mengapa mereka tidak disebut sebagai imam diosesan?
Sekilas memang nggak ada bedanya ya? Dari segi imamat mereka sama-sama menerima tahbisan, lalu jenjang pendidikannya pun sama. Secara umum ada juga bedanya lho. Pertama, imam diosesan terikat dengan keuskupan tertentu. Sedangkan imam tarekat terikat dengan tarekat dan keus-kupan tempatnya berkarya.
Kedua, ketaatan imam diosesan sepenuhnya kepada uskup-nya, sedangkan
ketaatan imam tarekat kepada pemimpinnya (provinsial) dan
bertanggung-jawab kepada uskup di mana ia berkarya.
Ketiga, setiap imam tarekat menghidupi spritualitas yang telah digariskan
oleh pendirinya. Spiritualitas imam diosesan bersumber pada Yesus dan Injil.
Bagaimana ia menghi-dupinya tergantung pada masing-masing pribadi imam
diosesan.
Wah...makin seru nih. Namun makin bikin bingung lho. Jelaskan lebih
jelas lagi tentang spritualitas imam diosesan, please!
Oke...., namun
bahasanya agak sedikit rumit ya! Secara singkat spritualitas adalah “sesuatu”
yang mendasari atau menjadi semangat hidup seseorang. Spritualitas imam
diosesan bersumber dari Kristus sendiri. Semangat hidup Yesus menjadi dasar
hidup dan karya imam diosesan. Penghayatan spiritualitas imam diosesan
diwujudkan dalam totalitasnya melayani umat di keuskupannya.
Imam diosesan hidup
dan berkarya sebagai imam Gereja lokal (keuskupan), namun sebagai imam harus
disadari bahwa bukan dia sendiri kini yang hidup dan berkarya, melainkan
Kristuslah yang hidup dan berkarya di dalam dan melalui dirinya (bdk. Gal
2:20).
Keunikan dan
kekhasan spiritualitas imam diosesan terletak pada penghayatannya, bukan pada
rumusannya! Tak ada rumusan baku tentang ini.
Wah mumet juga nih. Tapi makin jelas deh sekarang. Oya banyak orang
mengatakan bahwa imam diosesan itu bisa kaya karena tidak mengucapkan kaul
kemiskinan. Benarkah demikian?
Benar bahwa imam diosesan tidak mengucapkan kaul. Namun bukan berarti ia tidak menghayati tiga nasihat Injil (kesucian, ketaatan dan kemiskinan). Imam diosesan di hadapan uskup dan umat sebelum ditahbiskan diakon mengucapkan janji untuk hidup selibat, taat dan suci.
Seringkali yang
teringat di pikiran orang begitu mendengar imam diosesan adalah imam yang bisa
kaya. Wah....., ini salah kaprah, sueeer deh ...... nggak betul! Kalau
alasannya cuma karena imam diosesan tidak mengucapkan kaul kemiskinan, itu
jelas sangat salah! Bukankah banyak juga umat yang nggak kaul kemis-kinan,
hidupnya kembang-kempis juga? Kalau mau kaya, ya jangan jadi imam deh...!!
Mendingan jadi pengusaha saja ya!
Imam diosesan katanya tidak berkomunitas, maka persauda-raannya rapuh.
Benarkah?
Memang dalam karyanya imam diosesan bisa saja hidup sendiri, tanpa rekan sesama imam diosesan (atau calon). Namun ini bukan berarti mereka hidup sendiri-sendiri. Di bawah pimpinan uskupnya, imam diosesan membentuk kolegialitas (persekutuan) dengan sesama imam lainnya. Imam diosesan membangun kebersamaan dan persaudaraan sebagai satu Umat Allah dengan uskup, antar-imam, dan umat yang digembalakannya.
Para imam diosesan
memujudkan persaudaraan dan kebersamaan dalam paguyuban yang disebut UNIO (Unio
Interna-sional, Unio Indonesia dan Unio di tingkat keuskupan). Sejak masih
frater mereka membentuk persaudaraan yang disebut pra-UNIO, yakni persau-daraan
para calon imam (frater) atas dasar keuskupannya.
Yang terakhir nih...!! Bagaimana tahap-tahap pendidikan calon imam
diosesan itu? Tolong jelaskan!.
Tahap-tahap pendidikan calon imam diosesan tak berbeda dengan calon imam lainnya. Khusus untuk pendidikan bagi para calon imam diosesan (frater) di keuskupan regio Sumatera (Medan, Sibolga, Padang, Palembang, Tanjung-karang, dan Pangkalpinang) berada di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Dalam perkuliahan mereka bergabung dengan para frater dari Ordo Kapusin (OFM Cap.) dan Ordo Conventual (OFM Conv.). Tahap-tahapnya adalah sbb:
1. Tahun Orientasi Rohani (TOR). Kalau para calon
imam / biarawan/ti mengenal novisiat, maka frater diosesan mengenal TOR. Selama
1 tahun mereka dididik dan dibina dalam olah rohani, kepribadian dan pembinaan
spi-ritualitas, juga sambil mempersiapkan diri memasuki masa kuliah. TOR bagi
calon imam diosesan regio Sumatera adalah TOR St. Markus, Pematang
Siantar.
2. Tahun Kuliah Filsafat. Tahun kuliah ini
berlangsung selama 4 tahun. Para calon imam diosesan dibekali dengan berbagai
ilmu yang kelak menunjang karya pastoralnya (filsafat, teologi, kitab suci,
hukum Gereja, dll.). Mereka dididik di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi
St. Yohanes, P. Siantar (STFT). Selama masa kuliah ini para frater
tinggal di Seminari Tinggi St. Petrus, (STSP)Pematangsiantar.
Para frater tak hanya
melulu kuliah saja, namun mulai belajar mempraktekan ilmu yang diperolehnya.
Maka sejak awal mereka mengadakan kerasulan, misalnya: mengajar di sekolah,
mendampingi mudika atau stasi dan kelompok kategorial.
3. Tahun Orientasi Pastoral (TOP).
Setelah tamat S-1, calon imam diosesan memasuki
masa TOP di keuskup-annya masing-masing. TOP berlangsung selama 1 tahun (bisa
lebih). Masa ini merupakan masa untuk menguji kematangan kepribadian, rohani
dan motivasi panggilan dengan praktek pastoral di tengah umat.
4. Pendidikan Post S-1. Selesai menjalani
TOP, frater kembali ke Siantar untuk kuliah lagi selama 2 tahun di bidang
teologi dan pastoral. Selain itu mereka juga berlatih berpas-toral dalam bentuk week-end
di paroki dan pendampingan retret/rekoleksi.
5. Persiapan Diakon – Diakon – Imamat. Setelah menamatkan pendidikan di
Pematang-siantar, kini para frater pulang kembali ke keuskupannya untuk
memper-siapkan diri menerima tahbisan diakonat.
Setelah ditahbiskan sebagai
diakon mereka kembali mempersiapkan diri untuk menerima tahbisan imamat (± 6
bulan setelah diakon). Dengan menerima tahbisan imamat, kini mereka siap diutus
dan berkarya bagi keuskupannya!
Nah..., satu lagi pertanyaannya, ini yang paling
terakhir dech. Bagaimana caranya untuk menjadi imam diosesan, siapa yang dapat
dihubungi?
Syaratnya mudah kok, yang sulit itu menjalaninya, coba simak baik-baik, berikut persyaratannya : [1] Laki-laki dan Katolik tulen; [2] Sehat jasmani dan rohani; [3] Lulus dari seminari menengah/SLTA; [4] Menentukan keuskupan yang akan dipilih dan menga-jukan lamaran kepada uskup yang bersangkutan serta yang pasti lulus tes wawancara dengan beliau! Jika syarat-syarat itu terpenuhi Proficiat Anda akan disambut di Tahun Orientasi Rohani (TOR).
Untuk lebih jelas, silahkan menghubungi Uskup atau keuskupan yang
dipilih atau cari info dari para imam dan calon imam diosesan terdekat. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.