SELAMAT HARI RAYA PASKAH 2016

Senin, 06 Mei 2013

HARI GINI JADI PASTOR...??





     “Jadi pastor? Nggak ah…!!” Jawaban ini pastilah akan kita dengar bila kita tanyakan kepada anak-anak muda kita. Menjadi pastor bukanlah cita-cita favorit, bukan hanya bagi kaum muda saja, namun juga bagi banyak orangtua Katolik. Semakin jarang orangtua yang mengarahkan dan membimbing anak-nya untuk kelak menjadi imam. Bagi orangtua, anak yang sukses adalah mereka yang bercita-cita jadi dokter, pengusaha, tentara, dll., atau, saat SLTA masuk jurusan IPA (anehnya tak jarang saat kuliah ambil jurusan ekonomi!). Maka walaupun sering kita berdoa “agar semakin banyak kaum muda yang menanggapi panggilan Tuhan,” namun jarang yang melanjutkan doanya dengan mengatakan, “panggillah diantara anak-anakku…!!” Namun toh demikian, diantara sedikitnya kaum muda kita yang menjadi pastor (atau biara-wan/ti), kita tetap bersyukur bahwa selalu ada yang terpanggil untuk menjadi imam.

       Ada ungkapan yang menyatakan bahwa tanda suatu paroki itu sungguh hidup atau keberhasilan suatu paroki dalam membina umatnya dapat diukur dari berapa banyak kaum mudanya yang menjawab panggilan menjadi pastor. Semakin baik kehidupan spiritual paroki tersebut, maka akan semakin banyak kaum muda yang terpanggil menjadi pastor, karena keinginan untuk menjadi pastor dimulai dari keluarga dan juga dari lingkungan Gereja.

       Barangkali salah satu faktor penting penentu ada atau tidaknya, sedikit atau banyaknya panggilan dalam suatu paroki adalah pemahaman umat akan Sakramen Imamat. Bukankah “tak kenal, maka tak sayang.” Tulisan berikut ini semoga membantu kita untuk semakin mengenal dan menyayangi Sakramen ini.


Apa itu Sakramen Imamat?

       Gereja mengajarkan bahwa kita sebagai umat beriman, berkat Sakramen Baptis, turut ambil bagian dalam imamat Yesus Kristus. Dengan kata lain, kita semua diangkat menjadi imam! Namun demi fungsi (bukan tingkatan) Gereja membedakan imamat itu menjadi dua, yakni: imamat umum dan imamat khusus (imamat jabatan, tahbisan). Imamat umum diterima oleh semua umat berkat baptisan. Imamat khusus atau imamat jabatan diterima oleh seseorang karena tahbisan.

       Melalui baptisan kita harus menjadi imam, yaitu dengan menjadi saksi Kristus yang baik, hidup menurut iman, pengharapan, dan kasih. Melalui kesaksian hidup kita, maka kita akan menjadi pancaran terang kasih Kristus, sehingga secara tidak langsung, kita berpartisipasi untuk membawa umat yang lain kepada Sang Imam Agung, yaitu Kristus. Kita juga menjalankan tugas imamat umum itu dengan mengikuti perayaan Ekaristi. Dengan persiapan dan partisipasi aktif, kita semua menyatukan persembahan kita, suka duka kita, dan kehidupan kita dalam kurban Ekaristi.     

       Imamat khusus atau imamat jabatan diterima karena Sakramen Imamat atau tahbisan. Dengan menerima tahbisan orang “diangkat untuk atas nama Kristus menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah.” (LG 11). Jadi, dengan sakramen imamat, imam (pastor, romo) diangkat menjadi pemimpin resmi Gereja Katolik, baik dalam pelayanan aneka sakramen maupun dalam seluruh kehidupan dan kegiatan Gereja. Dengan demikian seorang imam boleh bertindak atas nama Kristus atau menampilkan Yesus Kristus sebagai kepala dan atas nama Gereja. Katekismus Gereja Katolik (KGK 1536) menyebutkan bahwa tahbisan adalah suatu sakramen, di mana perutusan yang dipercayakan Kristus kepada Rasul-rasul-Nya, dilanjutkan sampai akhir zaman.


Tiga Tingkatan Tahbisan

       Dalam Gereja, ada tiga tingkatan tahbisan, yakni: epis-kopat, presbiterat, dan diakonat.

1.       Episkopat atau uskup adalah penerus dari para rasul, yang diutus oleh Yesus sendiri. Sama seperti Yesus menunjuk rasul Petrus, sebagai kepala dari para murid, maka Uskup Roma menjadi penerus dari rasul Petrus menjadi kepala dari seluruh Gereja di seluruh dunia. Sedang para uskup adalah pemimpin dari gereja setempat / keuskupan, yang dibentuk menurut gambaran Gereja universal (semesta) dan dalam kesatuan dengan Bapa Paus. Sebagai pengganti para rasul dan mewakili Kristus, Uskup melayani semua Sakramen. Hanya uskup yang dapat melayani Tahbisan Suci dan Sakramen Krisma.

2.       Pembantu dari uskup adalah para pastor (presbiterat), yang biasanya membawahi paroki atau karya-karya pelayanan pastoral suatu keuskupan. Pastor ambil bagian dalam pewartaan dan pelayanan umat. Mereka melayani setidaknya 5 sakramen (baptis, ekaristi, pengakuan, perka-winan, dan pengurapan orang sakit), atas seijin uskup, kadang-kadang juga Sakramen Krisma.

3.       Sedangkan diakonat diperbantukan untuk membantu pelayanan para pastor dan uskup. Mereka dapat membaptis, menerimakan komuni, menjadi saksi resmi perkawinan (menikahkan), membacakan Injil saat misa dan berkotbah dan ambil bagian dalam karya pelayanan kepada umat beriman.
       Diakon dan Imam ditahbiskan oleh uskup, sedangkan uskup ditahbiskan oleh para uskup yang lain dengan persetujuan dari uskup Roma (Paus). Dengan demikian kita melihat bahwa seluruh tahbisan di Gereja Katolik saling terkait dan dapat ditelusuri sampai kepada para Rasul, yang diutus oleh Yesus sendiri. Karena inilah maka salah satu ciri Gereja Katolik adalah apos-tolik (berasal dari para Rasul).


Imam : Melanjutkan tiga misi Kristus sebagai Imam, Raja, dan Nabi

    Sebagai Imam, para imam melan-jutkan karya Kristus dengan mera-yakan sakramen dan memimpin umat dalam liturgi, terutama di dalam liturgi Ekaristi. Di sinilah peran imam menjadi begitu jelas, yang mewakili Kristus (persona Christi) untuk menghadirkan kembali kurban Paskah Kristus. Mereka memberikan Sakramen Baptis, Penguatan, Pengakuan Dosa, Sakra-men Perminyakan, dan memberikan penguburan kepada yang meninggal. Dalam kesehariannya, mereka juga berdoa brevier (ibadat harian), doa yang menjadi doa Gereja.

       Sebagai Nabi, para imam melaksanakannya dengan berkotbah, mengajar di sekolah atau persiapan Pembaptisan. Secara prinsip seorang pastor harus menyampaikan kebenaran, yang bersumber pada Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium. Imam yang menyampaikan ajaran yang dianggapnya benar namun tidak berdasarkan tiga pilar kebenaran di atas, sebe-narnya tidak menjalankan fungsinya sebagai nabi. Karena sebagai nabi, dia hanyalah meneruskan Kebenaran kepada umat, bukan mengarang kebenaran, berdasarkan pendapat pribadi, atau berdasarkan suara umat, karena kebenaran tidak tergan-tung dari suara terbanyak.

       Sebagai Raja, para pastor melaksanakannya dengan pelayanannya di bidang kepemimpinan umat, baik di paroki atau komunitas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka bekerja sama dengan dewan paroki, sehingga kegiatan paroki dapat berjalan dengan baik.


Mengapa imam tidak menikah?

       Sering menjadi pertanyaan banyak orang, baik non Katolik ataupun di kalangan umat Katolik sendiri,  “Mengapa imam tidak diperbolehkan untuk menikah? Apakah ini hanya merupakan karangan Gereja Katolik semata?” Mari kita melihat bukti-bukti bahwa kaul kemurnian / selibat mem-punyai dasar yang kuat:

1.   Para rasul telah menjalankan kaul kemurnian sebelum penderitaan Yesus, seperti yang dikemukakan oleh Petrus “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (Mat 19:27). Yesus menjawab “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau sau-daranya perempuan, bapa atau ibunya, atau istri (catatan: kata “istri” tak ada dalam Alkitab LAI, namun ada dalam Vulgata, King James dan Douay Rheims) anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal” (Mat 19:29). Mening-galkan segalanya dan istri disini, ditafsirkan sebagai tin-dakan tidak melakukan hubungan badan lagi.

2.   Di dalam Gereja perdana, karena terbatasnya calon yang belum menikah untuk diakon, imam, dan uskup yang, maka mereka dapat menikah sebelum ditahbiskan (lih. 1 Tim 3:1-4), namun mereka dituntut untuk mempraktekkan kaul kemurnian setelah ditahbiskan.

3.   Dokumen pertama yang menyatakan secara eksplisit tentang hal ini adalah Konsili Elvira di Spanyol tahun 306 dan Kartago tahun 390, serta dekrit dari Paus Siricius dan Innocentius, sekitar akhir abad ke-4 dan awal abad ke-5. Semuanya itu menunjukkan bahwa hidup selibat setelah tahbisan bukanlah inovasi semata, namun merupakan hal yang telah dijalankan oleh para murid, Bapa Gereja, dan menjadi bagian dari tradisi. Paus Siricius mengatakan bahwa peraturan untuk hidup selibat dimaksudkan untuk memberikan segenap jiwa dan raga bagi Tuhan dalam kaul kesucian sejak tahbisan. Dan Konsili Kartago menekan-kan hidup selibat untuk meneruskan ajaran dan praktek hidup selibat seperti yang telah dijalankan oleh para rasul.

4.   Gereja Timur tidak lagi mempraktekan tradisi apostolik ini karena perubahan yang dilakukan di Konsili Trullo ( abad VII). Namun  hanya imam yang tidak menikah yang dapat ditahbiskan menjadi uskup, dan seorang iman tidak dapat menikah setelah dia ditahbiskan. Yang menjadi motif dari Konsili Trullo adalah begitu banyak penyimpangan, seperti simoni (suap / beli jabatan imamat), penyimpangan kehidupan seksual para iman, atau masih mengadakan hubungan suami-istri walaupun sudah ditahbiskan. Menanggapi hal itu, Gereja Latin di bawah kepemimpinan St. Gregorius VII mengambil jalan untuk menjalankan peraturan secara ketat, sebaliknya Gereja Timur mengambil cara untuk memperlunak peraturan tersebut. Cara yang sungguh patut dipuji dari St. Gregorius VII membuahkan hasil dengan meletakkan pondasi yang kokoh, sehingga membuat Gereja berkembang pesat di abad 12-13.

5.   Alasan yang utama dari kaul ketaatan adalah seorang imam secara sakramental mewakili Kristus sebagai mempelai pria dari Gereja, sehingga tidaklah pantas bahwa dia sendiri mempunyai istri bagi dirinya sendiri.

       Dari segi kepraktisan, kita dapat melihat bahwa dengan tidak menikah maka seorang imam dapat mencurahkan segenap hati, jiwa, dan pikirannya untuk melayani Tuhan dan sesama. Rasul Paulus sendiri memberikan nasehat “ Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya” (1 Kor 7:32). Dengan hidup selibat, seorang imam hanya memikirkan apa yang terbaik bagi Tuhan dan umat yang dipercayakan kepadanya.


Siapakah yang berani menjawab panggilan suci ini?

       Tantangan bagi kaum muda: Kalau engkau ingin membe-rikan dirimu secara khusus kepada Tuhan, mempunyai hati untuk melayani sesama, mengasihi Tuhan dan Gereja-Nya, pertimbangkanlah untuk menjadi imam. Menjadi imam adalah suatu berkat yang istimewa; sebab imam menjadi gambaran nyata atas kasih Kristus yang hidup bagi Gereja dan dunia ini. Yesus sendiri menjanjikan kelimpahan berkat bagi mereka yang menjawab panggilan-Nya ini, dan jika Yesus sendiri yang menjanjikannya, pasti Ia akan memenuhinya.


       Diperlukan suatu keberanian untuk menjawab panggilan Tuhan. Namun kita percaya bahwa berkat dari Tuhan tercurah dengan melimpah bagi orang yang mau menjawab panggilan-Nya. Siapakah yang mau menjawab seruan Tuhan “Siapakah yang akan Ku-utus, dan sia-pakah yang mau pergi untuk Aku?” Siapa yang akan menja-wab bersama nabi Yesaya “Ini aku, utuslah aku!” (Yes 6:8)
      
       Marilah kita bersama-sama berdoa setiap hari untuk keku-dusan para imam. Sebutlah satu-persatu imam yang kita kenal, dan mintalah Bunda Maria menuntun para imam agar mereka dapat semakin menyerupai Putera-Nya. Biarlah para imam dapat menjadi imam yang kudus, sehingga mereka dapat menjadi pancaran kasih Kristus.

Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur atas para imam-Mu. Mereka telah Kaupilih dan Kauurapi dengan Roh Kekudusan. Melalui pelayanan merekalah Engkau menggembalakan kami, menguduskan kami, dan menerangi kami dengan Sabda-Mu.

Kami berdoa untuk para imam, anugerahilah mereka kebahagiaan dan kesetiaan, berilah mereka sukacita dan semangat bekerja sama, dan mampukanlah mereka untuk hidup suci seturut teladan Santa Perawan Maria, Bunda dan Ratu para imam.

Berkat bantuan doa Bunda Maria, berilah kami selalu para calon imam yang baik, benih panggilan diantara anak, remaja, dan kaum muda kami, dan kesuburan panggilan suci dalam keluarga kami, umat-Mu.

Sebab Engkaulah Tuhan dan Pengantara kami, yang bersama Bapa dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa sepan-jang segala masa. Amin.

Santa Perawan Maria, Bunda dan Ratu para Imam, doakanlah kami.
Santo Yohanes Maria Vianney, pelindung semua imam di seluruh dunia, doakanlah kami.
Amin.






1 komentar:

  1. Tuhan Yesus panggilah dan pilihlah anak-anak kami menjadi imam-imamMu yang taat, suci dan setia sampai mati mengikuti jalanMu. Utuslah mereka ke seluruh dunia sebagaimana Engkau juga mengutus para muridMu, mewartakan injil ke sgala bangsa. Agar semua bangsa diselamatkan oleh Engkau dan melalui Engkau. Dimuliakanlah namaMu Tuhan kini dan sepanjang masa. Amin.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.