Membuat Tanda Salib dengan Air Suci
Ketika hendak memasuki gereja kita mencelupkan jari pada air suci lalu membuat tanda salib. Setelah itu kita baru masuk dan mencari tempat duduk. Begitu juga saat pulang; sebelum keluar pintu gereja seringkali “macet” karena orang antri (kadang berebut) untuk mencelupkan jari kembali ke air suci & membuat tanda salib. Sudah tepatkah apa yang kita lakukan? Tahukah Anda maksudnya; atau sekadar ikutan saja?
Lho, apa salahnya?
Praktek mencelupkan jari ke dalam air suci lalu membuat tanda salib ketika memasuki gedung gereja bukanlah bagian Liturgi Perayaan Ekaristi. Maka jangan dianggap keharusan agar layak ikut Ekaristi atau Misa. Praktek ini adalah bentuk kesalehan yang lebih berkaitan dengan Sakramen Baptis.
Jadi membuat tanda salib dgn air suci itu tidak wajib ya?
Memang tidak wajib! Tak ada aturan Gereja yang mewajibkannya, namun orang boleh saja melakukannya agar semakin menghayati Sakramen Baptis. Jadi bukan wajib-tidak wajib, namun bagaimana kita menyadari dan mengerti makna dari apa yang kita lakukan.
Kalau demikian, mengapa hal ini telah menjadi kebiasaan?
Praktek ini berasal dari kebiasan dahulu dimana tempat baptis atau bejana baptis dibangun di bagian depan gereja. Lalu lebih jauh lagi hal ini berkaitan dengan makna sakramen baptis: kita disucikan, dihapuskan dosanya dan menjadi anak Allah yang diselamatkan.
Maka dengan mencelupkan jari pada air suci lalu membuat tanda salib harus dihayati sebagai cara kita mengingat baptisan yang telah kita terima: Kita yang telah disucikan, dihapuskan dosanya dan anggota Gereja kini hadir meme-nuhi undangan Perjamuan Tuhan.
Bolehkah kita “mengambilkan” air suci, misalnya jari yang kita celupkan lalu kita teteskan pada anak atau orang lain daripada mereka antri atau berebut?
Praktek membuat tanda salib bukan kewajiban dan merupakan bentuk kesalehan pribadi. Maka makna mengenangkan sakramen baptis itu juga secara pribadi. Jadi, tak perlu kita meneruskan tetesan air suci itu secara berantai. Kalau memang tidak mungkin mencelupkan sendiri ya nggak apa-apa. Yang penting kita sadar bahwa kita mengikuti ekaristi itu karena Tuhan mengundang mereka yang telah disucikan dan diangkat menjadi anak-Nya, dan itu adalah berkat Baptisan.
Lalu, ketika misa selesai dan kita keluar gereja, masih perlukan kita lakukan seperti ketika masuk?
Dari segi maknanya hal itu tidak perlu. Andaikan dilakukan seka-rang maknanya: kita yang telah diselamatkan diutus untuk mewartakan kasih Tuhan. Dan dari segi praktisnya, praktek demikian justru membuat intu gereja penuh sesak dan macet. Cukuplah kita berlutut ke arah altar atau tabernakel saja. ****
Lalu, ketika misa selesai dan kita keluar gereja, masih perlukan kita lakukan seperti ketika masuk?
Dari segi maknanya hal itu tidak perlu. Andaikan dilakukan seka-rang maknanya: kita yang telah diselamatkan diutus untuk mewartakan kasih Tuhan. Dan dari segi praktisnya, praktek demikian justru membuat intu gereja penuh sesak dan macet. Cukuplah kita berlutut ke arah altar atau tabernakel saja. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.